Kemudahan Informasi "Rancabungur Ramah Anak (RAMA)"

Rancabungur Ramah Anak (RAMA)


Kasus Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan yang perlu diselesaikan.  Kerap kali, korban kekerasan tidak menyuarakan apa yang mereka alami, baik itu kekerasan secara fisik, mental, maupun seksual.  Banyak di antara korban yang kesulitan melapor atau tak berani untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami.


Layanan tersebut juga merupakan implementasi Peraturan Presiden (PP) Nomor 65 Tahun 2020 Terkait Penambahan Tugas dan Fungsi Kementerian PPPA. Masyarakat, kementerian/lembaga atau unit layanan di daerah dapat melaporkan langsung kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditemui atau dialami. Kemen PPPA telah menyusun proses bisnis layanan rujukan akhir yang komprehensif bagi perempuan dan anak. Setidaknya terdapat enam layanan standar dalam penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus. Yakni pelayanan pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, pelayanan mediasi, dan pelayanan pendampingan korban.

Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2016, 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Pada SNPHAR tahun 2018, ditemukan bahwa 2 dari 3 anak laki-laki dan perempuan berusia 13-17 tahun pernah mengalami salah satu kekerasan dalam hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual, maupun emosional.

Data Sistem Informasi Online (SIMFONI) Kemen PPPA pada maret 2022, menunjukkan, kasus kekerasan yang menimpa para korban terjadi di berbagai tempat. Paling banyak kasus kekerasan terjadi di rumah tangga, fasilitas umum, dan tempat yang masuk dalam kategori lainnya, sedangkan kasus kekerasan di sekolah dan tempat kerja jumlahnya kecil.

Dari segi jumlah korban, SIMFONI mencatat rumah tangga memiliki korban kekerasan terbanyak, disusul oleh tempat yang masuk dalam kategori lainnya, sekolah, tempat kerja, dan lembaga pendidikan kilat. Sementara itu, dari jenis kekerasan yang dialami, SIMFONI mencatat bahwa kekerasan seksual menempati urutan pertama, disusul oleh kekerasan fisik, psikis, kekerasan yang masuk dalam kategori lainnya, penelantaran, trafficking, dan eksploitasi. Berdasarkan usia, korban yang mengalami kekerasan terbanyak adalah dalam rentang usia 13-17 tahun, disusul oleh usia 25-44 tahun, 6-12 tahun, 18-24 tahun, 0-5 tahun, 45-59 tahun, dan 60 tahun lebih. Kemudian, berdasaran pendidikan, korban yang mengenyam bangku SMA tercatat paling banyak. Disusul oleh SMP, SD, perguruan tinggi, tidak sekolah, kategori lainnya, TK, dan PAUD. 

Data KemenPPA: jumlah korban kekerasan Pada tahun 2020, rata-rata 33,91% anak menjadi korban setiap hari, sementara pada tahun 2021 dan 2022, rata-rata meningkat menjadi 43,60% dan 48,33% anak per hari. SIMFONI PPA Data terbaru mei 2024 Sebanyak 1.336 anak di Jawa Barat menjadi korban kekerasan seksual. P2TP2A Kabupaten Bogor, mencatat tahun 2023 terdapat 224 kekerasan rinciannya kekerasan terhadap perempuan sebanyak 51 dan kekerasan terhadap anak sebanyak 173. Kecamatan Rancabungur menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang menjadi salah satu penyumbang permasalah Kekerasan anak hal ini dapat diperoleh berdasarkan aduan-aduan kekerasan anak yang ditangani oleh P2TP2A Kabupaten Bogor bersama dengan Pemerintan Kecamatan Rancabungur setiap tahun terjadi dengan korban maupun pelaku adalah anak( Kasus Tahun 2022-2024).